Sejarah Baru: Netralitas Atau Narasi Baru Yang Terkontrol
“Sejarah ditulis oleh yang menang,” kata Winston Churchill. Tapi di Indonesia hari ini, sejarah tampaknya sedang ditulis ulang oleh yang sedang berkuasa.
Oleh : Ian | 27 Juni 2024
Baru-baru ini, Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengumumkan proyek besar: penulisan ulang sejarah nasional Indonesia. Ia melibatkan 113 sejarawan dari berbagai daerah dengan anggaran hingga Rp 9 miliar. Tujuannya—menurutnya—adalah menyajikan sejarah yang lebih netral, ilmiah, dan “Indonesia-sentris”.
Kedengarannya keren tapi saya belum paham sampai saya nulis ini maksud dari Indonesia-Sentris. dan Akhirnya, kita punya sejarah yang tidak lagi dibingkai oleh kacamata kolonial atau narasi satu arah dari masa lalu. Namun, banyak pihak mempertanyakan arah dan motif di balik proyek ini. Tapi, pertanyaannya bukan sekadar “siapa yang menulis?”, melainkan juga “siapa yang disaring?”
Netral? Atau Sekadar Narasi Dominan yang Dibungkus Baru?
Sebagian orang mungkin berkata: “Kenapa sih harus mengungkit masa lalu terus?” Namun, justru karena kita jarang mengungkit, banyak luka sejarah yang tidak pernah benar-benar sembuh. Menulis ulang sejarah seharusnya bukan tentang memperindah narasi, tapi mengakui kenyataan. Bukan untuk membalas, tapi untuk mengingat. Bukan untuk mengutuk masa lalu, tapi untuk menatap masa depan dengan lebih jernih.